Saat Doa Ketemu Feed: Refleksi Spiritual di Tengah Kehidupan Modern

Di meja kafe, gelas kopi mengepul, layar ponsel berkerlip notifikasi, dan di antara semua itu ada bisik kecil: mau undang siapa ke ruang batin hari ini? Kadang terasa absurd — kita membuka aplikasi untuk melihat kabar teman, lalu tanpa sengaja terseret ke video motivasi lima menit yang berakhir dengan kata-kata rohani. Di sinilah doa bertemu feed, dua hal yang tampak berjarak, tapi seringkali saling menyentuh.

Doa dan Feed: Dua Dunia Bertemu

Doa biasanya dibayangkan sebagai sesuatu yang sakral, hening, tertutup. Feed? Riuh, cepat, dan selalu berubah. Tapi keduanya sama-sama tentang perhatian. Doa adalah memberi perhatian ke yang lebih besar; feed adalah memberi perhatian ke ragam dunia. Keduanya meminta kita memilih fokus. Pilihan itu sederhana—atau sangat menentukan.

Di dalam praktik, saya sering menemukan momen-momen singkat di mana keduanya saling menyapa. Misal, saat scrolling, muncul kutipan dari kitab suci atau pemikiran filsuf yang membuat napas berhenti sejenak. Itu seperti nyala lilin di tengah malap. Kalau kita memberi waktu, bisa menjadi doa, walau hanya doa yang singkat dan tidak beraturan. Doa yang lahir dari feed, bukan dari rutinitas formal—entah itu salah atau tidak, ia nyata.

Agama dan Filsafat: Dua Bahasa untuk Makna

Agama menawarkan upacara, simbol, dan komunitas. Filsafat menawarkan kerangka berpikir, pertanyaan, dan metode. Keduanya tidak harus beradu. Malah, mereka bisa saling melengkapi. Agama memberi hati tempat berteduh; filsafat membantu hati itu memahami arah.

Saya ingat membaca karya-karya klasik sambil menyeruput kopi; ada kalimat sederhana yang mengguncang logika, menembus rasa. Dalam agama, kita belajar tentang rahmat, pengampunan, dan keterikatan pada yang transenden. Dalam filsafat, kita disuruh ragu, mempertanyakan, menyusun argumen. Kombinasi itu menyenangkan: sebuah dialog antara kewibawaan dan kritis, antara tradisi dan kebebasan berpikir.

Mengelola Kehadiran Spiritual di Era Scroll

Jujur, sulit. Ada godaan untuk terus mengonsumsi—informasi, opini, ritual instan. Kita gampang terjebak dalam ilusi kesalehan digital: like, share, komentar sebagai tanda partisipasi spiritual. Tapi apakah itu menggantikan waktu hening? Kadang tidak. Namun, jangan juga terlalu pesimis. Teknologi bisa menjadi jembatan. Saya pernah menemukan artikel yang mengajak refleksi mendalam di tengah malam sunyi. Itu bukan meniru tradisi doa lama, melainkan adaptasi baru: doa yang dipicu oleh kata-kata di layar.

Kita perlu strategi kecil. Misalnya, tetapkan jam tanpa layar, atau buat daftar sumber yang benar-benar memberi nutrisi batin—bukan sekadar mengisi waktu. Kalau butuh referensi ringan, ada banyak blog yang menulis soal spiritualitas kontemporer dengan gaya yang merangkul tapi nggak menggurui, seperti devilandgod yang kadang mengajak berpikir tanpa memaksakan satu cara.

Pengelolaan lain: ubah notifikasi jadi pengingat hening. Aplikasi bisa diatur untuk mengirim pengingat singkat: tarik napas, syukuri satu hal, ucapkan doa singkat. Sepele? Mungkin. Efektif? Seringkali iya. Kehidupan modern tidak menghilangkan kebutuhan spiritual; ia hanya mengubah cara kita mengaksesnya.

Refleksi Akhir: Bukan Soal Pilih Satu

Kita tidak harus memilih antara doa di altar atau doa di feed. Keduanya bisa koeksis, asalkan kita sadar. Doa yang tulus tidak dapat diukur dari frekuensi posting. Spiritualitas bukan konten yang bisa dikurasi sepenuhnya. Ia pengalaman hidup yang kadang berantakan dan indah sekaligus.

Yang penting adalah kejujuran: apakah yang kita lakukan memberi ruang untuk bertanya, untuk merasakan, untuk berubah? Jika iya, maka doa yang lahir di sela-sela scroll pun punya tempat. Jika tidak, kembalilah pada praktik-praktik yang menahan kita dari impuls untuk terus bergerak tanpa tujuan.

Jadi, lain kali ketika notifikasi menyapa di tengah kesunyian, coba berhenti. Baca, renungkan, dan kalau perlu, doakan. Bukan sebagai ritual yang dipaksakan, tapi sebagai napas yang memberi bentuk pada hari. Di meja kafe itu, di bawah cahaya hangat, mungkin inilah: doa bertemu feed — sebuah kesempatan kecil untuk menghadirkan makna di antara hiruk-pikuk hidup modern.